Sabtu, 10 September 2011

perempuan yang berdoa - fahd djibran

Tuhan, aku tahu kecantikan bukanlah tentang apa yang orang orang lihat dari diriku, tetapi tentang kebaikan yang mereka rasakan dari sikap-hidupku, maka buatlah mereka selalu merasa bahagia atas kehadiranku dan merindukan saat kepergianku. Getar rasa dalam dada, getar cinta dalam kata, maka biarlah hanya cinta yang terucap dari bibirku... lalu bila mereka bahagia mendengar kisah-kisahku, dan bila kisah itu melapangkan hidup mereka dan meringankan bebannya, sesungguhnya aku hanya perempuan biasa yan ingin berbagi kebaikan. Tuhan, aku tak ingin meminta agar Kau menambahkan rejeki kepadaku karena aku ingin membeli sejumlah barang-barang mewah untuk mempercantik diriku. Sungguh. Tetapi jika Kau tak keberatan, percikanlah cahaya-Mu agar kebaikan selalu terpancar dari diriku untuk membahagiakan orang-orang disekelilingku. Sisanya, bila mereka merasa bahagia atas kehadiranku dalam hidup mereka, lalu mereka ingin memberiku sejumlah hadiah, aku pikir Kau tak akan begitu keberatan untuk mengabulkannya, kan ? Kaulah kecintaanku, Tuhanku, sumber kebahagiaan hidupku, lalu aku mengapa aku harus mendatangi-Mu dengan perasaan yang sedih? Sungguh, kini aku mengherani diriku sendiri mengapa selama ini aku justru mendatangi-Mu di saat-saat sedih dalam hidupku? Maka, terimalah doaku, Tuhan, betapa aku mencintai-Mu dalam kebahagiaan yang tak sanggup ditampung gerakan apapun dalama tarianku! Terimalah keseluruhan diriku, inilah aku yang bahagia menjadi bagian mahakecil dari keseluruhan diri-Mu! Tuhan, aku bukanlah perempuan yang baik, tetapi bila ada satu-dua kebaikan y ang pernah aku kerjakan, dan jika memang itu pantas diberi pahala, ambillah pahalaku! Jika boleh, aku ingin menukarnya dengan kebahagiaan orang lain untuk kedua orang tuaku, keluargaku, dan orang-orang yang selama ini menyayangi maupun membenciku. Sayangilah mereka, bahagiakanlah mereka. Tak perlu lagi Kau memberiku apapun dan aku memang tak meminta apapun untuk hidupku sendiri, cukuplah bagiku mencintai-Mu tanpa keinginan-keinginan yang merantai ketulusanku dalam mencintai-Mu. Sisanya, bila Kau memang memaksaku dalam ruang-ruang permohonan yang inginKau kabulkan; bahagiakanlah orang tua dan keluargaku, orang-orang yang menyayangi dan membenciku. Tuhan, aku mencintai ibuku, maka bila aku memang boleh menyayangi dan membahagiakannya, berilah aku kemampuan untuk menyayangi dan membahagiakanya. Bila kecukupan harta bisa membantuku membahagiakannya, sesungguhnya bukan harta yang kuminta. Tetapi bila memang cara itu bekerja, apa boleh buat, kenapa tidak jika aku memang aku harus menjadi orang yang kaya ? sungguh sebenarnya bukan kekayaan yang kuinginkan, tetapi bila itu bisa menjadi sebab bagi terwujudnya sesuatu yang kuharapkan, dan Kau mengizinkannya, aku sesungguhnya hanyalah perempuan biasa yang tak akan sanggup menolaknya. -to be continued-

weekend yang sungguh berarti

Maaf, saya terlalu mencintai weekend saya. Weekend, bagi seorang perantauan seperti saya, punya makna yang begitu dahsyat. Dan dalam. Lebih dari sekedar akhir minggu. Lebih dari sekedar Sabtu dan Minggu. Weekend berarti saatnya bertemu dengan orang orang tercinta. Keluarga, tetangga, sahabat dan pria diseberang sana. Bahkan lebih dari sekedar pertemuan sesaat. Saya perlu bertemu mereka disetiap weekend saya, bukan hanya karena perasaan rindu yang terlalu menggebu atau apalah mereka menyebutnya, namun lebih kepada pengisian segumpal jiwa yang kosong. Saat seorang sedang sibuk memikirkan diri mereka sendiri, siapa ada untuk kita ? keluarga. Saat seorang teman sedang terlelahkan karena beban yang dipikulnya terlalu berat untuk ditanggung seorang diri dan saat bersamaan kamu membutuhkan seseorang untuk memvotivasi, siapa yang akan kamu hubungi ? keluarga. Saat kelelahan fisik dan mental menggelayut manja enggan pergi karena terfosir selama hampir lima hari penuh didunia kampus yang sungguh keja, siapa yang ingin kita datangi untuk sekedar berbagi? Keluarga. Dan dimana aku menemukan keluarga ku? Kapan aku bisa bertemu keluargaku? Dirumah. Dikota ku Salatiga. Weekend. Keluarga bukan hanya ayah, ibu, adik. Ditambah om, tante, budhe, pakde, nenek, nenek buyut, dan kucing kucingku. Lebih dari sekedar pertemuan dengan mereka. Kalau kata orang-orang bijak jaman dahulu(atau jaman sekarang ya?), belajar lah dari pengalaman. dan kata orang yang lain, “orang pintar belajar dari pengalamannya sendiri,orang hebat belajar dari pengalaman orang lain”. Bukan berarti saya orang hebat karena sedang berusaha belajar dari pengalaman orang lian, tapi memang itu yang sedang saya lakukan. Melihat semangat ayah bekerja siang malam kesana kemari keliling kota, keluar kota demi kebahagiaan keluarga terutama kebahagiaan saya dikampus tentunya, sangat bisa memotivasi saya untuk terus bertahan dan berjuang didunia perantauan yang kata orang sangat kejam. (maaf, saya agak lebay). Melihat raut muka ibu, om, tante , budhe, pakdhe, nenek, dan nenek buyut ketika mendapati saya berada dirumah sungguh sangat melegakan. Mereka masih merindukan saya ternyata, dan saya bersyukur untuk itu. Mendengar setiap kata yang keluar dari bibirnya, setiap balasan dari smsnya, “sayang, aku kangen”, “sayang kapan pulang?”,membuat saya selalu ingin berada dirumah. Ternyata saya masih dibutuhkan. Ternyata mereka merindukan saya. Dan perasaan seperti jauh lebih hebat dari apapun. Jauh lebih hebat dari sekedar kata kata motivasi yang super. Dari mereka, saya tahu. Cinta. Mereka mencintai saya. Meski dengan cara berbeda. Senyum, sorot mata, genggaman. Perasaan nyaman yang tidak pernah saya dapatkan disudut manapun didunia perantauan yang kejam ini. Jadi, dengan alasan apapun, saya tidak akan pernah melewatkan weekend sayaa bersama mereka. Karena siapa yang tahu umur seseorang sampai sejauh mana? Trims. Saturday, 10 sepetember 2011. 18.05 wib

Template by:

Free Blog Templates